Wakil Ketua KPK: Korupsi Hancurkan Demokrasi, Jaksa Harus Jadi Benteng Integritas

Jakarta, Infozone | Korupsi merupakan akar kemiskinan, kerusakan lingkungan, hingga runtuhnya demokrasi. Pesan ini disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, dalam Kuliah Umum pada Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan, Jakarta Selatan, Jumat (26/9).

Di hadapan ratusan calon jaksa, Tanak menegaskan bahwa korupsi bukan sekadar kejahatan finansial, namun penyakit yang melumpuhkan negara. Menurutnya, integritas adalah inti kepemimpinan sehingga tanpa keselarasan pikiran, ucapan, dan tindakan, strategi maupun kebijakan hanya jargon.

Bacaan Lainnya

“Legitimasi pemimpin bukan diukur dari jabatan formal, tetapi dari warisan moral yang ditinggalkan,’ tutur Tanak.

Lebih lanjut, Tanak mengutip data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2024 yang masih bertahan di angka 37 dari 100 serta peringkat 99 dari 180 negara di dunia. Kondisi ini, menurutnya merupakan peringatan keras bahwa Indonesia masih rawan praktik suap dan penyalahgunaan wewenang.

“Angka itu cerminan rendahnya integritas negara kita. Reformasi birokrasi tidak akan berarti tanpa pemimpin yang jujur,” tambah Tanak.

Menurut Tanak, pemimpin yang jujur salah satunya berasal dari jaksa yang merupakan garda terdepan penegakan hukum. Tanak berharap, para calon jaksa mampu menegakkan integritas sejalan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sehingga mewujudkan negara yang adil dan makmur.

Dalam kuliah umum bertajuk Tindak Pidana Korupsi di Republik Indonesia, Tanak memaparkan ancaman korupsi dari teori hingga praktik lapangan. Tanak mengurai berbagai regulasi pemberantasan korupsi sejak Perpu 1960 hingga UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001.

Ia juga memaparkan teori Fraud Triangle, yang terdiri atas tekanan, peluang, dan pembenaran. Selain itu, terdapat teori ‘GONE’ (Greed, Opportunity, Need, dan Expose) guna menggambarkan, korupsi lahir bukan hanya dari keserakahan individu, namun lemahnya pengawasan dan minimnya akuntabilitas.

“Selama monopoli dan kekuasaan tidak diimbangi pengawasan, praktik lancung akan terus terjadi,” ujarnya.

Tidak lupa, Tanak juga mengingatkan bahaya state capture corruption, ketika regulasi dan kebijakan dimanipulasi untuk kepentingan kelompok tertentu. Pemimpin yang gagal menjaga integritas disebut akan terjebak dalam arus kepentingan dan kehilangan legitimasi.

Kuliah umum ditutup dengan tiga pesan kunci, yaitu pemimpin diharapkan mampu menjadi teladan yang berintegritas, bangun kultur organisasi yang jujur dan akuntabel, serta tanamkan integritas sebagai DNA reformasi nasional.

“Sejarah selalu berpihak pada mereka yang berani menjaga integritas,” tutup Tanak.

Sumber : KPK, go. I’d.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *