Flores Timur, Infozone| Rapat Banggar DPRD Flores Timur bersama TAPD pada Selasa, 25 November 2025 berubah menjadi arena kritik paling keras sepanjang pembahasan RAPBD 2026.
Pemicu utama: rencana pemerintah daerah mengambil pinjaman Rp10 miliar yang setelah dibedah secara politik dan teknis dinilai bukan hanya tidak tepat waktu, tetapi juga tidak masuk akal secara fiskal.
Empat fraksi langsung “mengunci pintu” untuk rencana ini: PAN, PKB, Gerindra, dan PDI Perjuangan.
Ruth Wungubelen (PAN) menyodorkan fakta yang menjadi pukulan pertama: dari Rp10 miliar yang hendak dipinjam, pemerintah hanya menerima Rp6,7 miliar, sementara beban bunga mencapai Rp850 juta.
“Ini skema yang tidak rasional dan terlalu membebani APBD,” tegasnya.
PKB lewat Yos Paron Kabon memperkuat kritik tersebut dengan menyoroti tidak sebandingnya manfaat pinjaman terhadap kebutuhan infrastruktur daerah.
“Kebutuhan jalan kita jauh lebih besar dari nilai pinjaman ini. Ini bukan solusi, hanya menambah beban,” ujar Yos.
Gerindra, melalui duet Yuven Hikon dan Yamin Lewar, bahkan menyebut pemerintah “salah memilih instrumen.”
“Kami bukan anti pembangunan. Tapi memaksakan pinjaman dalam kondisi fiskal nasional yang ketat sama saja mencelakakan diri sendiri,” serang Yamin.
Tekanan makin menumpuk setelah Martinus Welan (PDI Perjuangan) menyebut skema pinjaman “tidak relevan” dengan kapasitas fiskal Flores Timur tahun depan sebuah sinyal bahwa skema ini bukan hanya kurang tepat, tetapi “keliru secara strategis.”
Di tengah gelombang penolakan, Golkar memilih menjadi penyeimbang tidak menolak, tetapi meminta pemerintah menahan diri.
“Situasi fiskal belum ideal untuk mengambil pinjaman skala ini,” ujar Yosep Sani Betan, memberi sinyal kuning tanpa sepenuhnya memerah.
Skema Tak Jelas, Manfaat Tidak Pasti
Banggar menilai pembangunan jalan 10 kilometer lebih memang mendesak—namun skema pinjaman tidak memberikan solusi jangka panjang. Alternatif pembiayaan dari lembaga lain disebut-sebut sedang dibuka, tetapi tidak satu pun yang muncul sebagai opsi konkret dalam ruang rapat.
Ketika kritik memuncak, Sekda Petrus Pedo Maran, selaku Ketua TAPD, meminta rapat jeda. Ia meminta penundaan keputusan sambil menunggu konfirmasi Bupati.
Namun argumentasi politis itu tidak cukup kuat membendung arus.
Ketua DPRD Flores Timur, Albertus Ola Sinour, akhirnya mengambil alih.
“Setelah mendengar pandangan seluruh fraksi, usulan pinjaman Rp10 miliar kita tangguhkan dari RAPBD 2026,” ketuknya—menandai berakhirnya salah satu skema yang paling disorot tahun ini.
Wacana Baru: Potong TPP untuk Buka Ruang Fiskal Setelah pinjaman ditolak, rapat mengarah ke wacana yang jauh lebih sensitif: merasionalisasi TPP.
Fraksi Gerindra dan PKB melempar usulan berani: TPP PNS dipukul rata 50 persen, disamakan dengan PPPK.
Menurut Yamin Lewar, jika daerah benar-benar ingin mencari ruang fiskal, “maka semua harus rela. TPP salah satu sektor yang bisa dirasionalisasi.”
Usulan ini belum jadi keputusan, tetapi menjadi “bom” politik baru yang kemungkinan mendominasi pembahasan lanjutan RAPBD.
Langkah Berikut: BKAD Jadi Penentu, Banggar akan melanjutkan pembahasan dengan BKAD pada sidang berikutnya.
Tiga keputusan besar diprediksi mengerucut dalam rapat tersebut:
Masa depan TPP: dipangkas atau tetap?
Skema pembiayaan alternatif: pinjaman kecil, hibah, atau pola lain?
Strategi pembangunan 2026: apakah ada proyek yang akan ditunda?
Keputusan final akan menentukan apakah Flores Timur memasuki tahun anggaran 2026 dengan strategi fiskal baru yang lebih berani—atau tetap bermain di zona aman yang penuh kompromi.
Rita Senak, SE, Infozone melaporkan









