Dana BOS dan Sumbangan Komite: Antara Integritas dan Kepercayaan Publik

Penulis :
Taufiq Kurohman, M.Ag

Pendidikan Islam melalui madrasah memiliki peran strategis dalam membangun generasi bangsa yang berilmu sekaligus berakhlak. Sebagai lembaga pendidikan yang kini menjadi pilihan utama jutaan orang tua di Indonesia, madrasah mendapatkan dukungan dana dari negara dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta dukungan masyarakat melalui sumbangan Komite Madrasah. Dana dari dua sumber ini merupakan darah segar bagi penyelenggaraan pendidikan Islam, khususnya madrasah. Namun, apakah penggunaannya sudah sesuai amanat regulasi dan benar-benar berdampak bagi mutu pendidikan?

Bacaan Lainnya

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara tegas menegaskan bahwa pengelolaan dana pendidikan harus berlandaskan keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Prinsip ini semakin dipertegas melalui PMA Nomor 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah, yang mengatur bahwa komite hanya boleh menerima sumbangan sukarela, bukan pungutan. Untuk memperkuat tata kelola, Keputusan Dirjen Pendis Nomor 3601 Tahun 2024 lahir dengan memberikan petunjuk teknis bagaimana dana dan sumber daya pendidikan dihimpun, dikelola, dan dipertanggungjawabkan oleh Komite.

Sayangnya, di lapangan kita masih mendengar banyak catatan negatif. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam beberapa laporannya menemukan penggunaan dana BOS yang tidak sesuai juknis di sejumlah madrasah. Ada dana yang dipakai untuk belanja di luar kebutuhan pendidikan, laporan pertanggungjawaban yang fiktif, hingga pembayaran honorarium yang tidak jelas penerimanya. Di sisi lain, pungutan berkedok sumbangan masih kerap terjadi. Orang tua di beberapa madrasah negeri pernah dipatok nominal tertentu untuk pembangunan fasilitas, padahal jelas dilarang dalam PMA 16/2020. Praktik semacam ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan public, bahkan muncul anggapan bahwa Komite hanyalah alat Kepala Madrasah untuk melakukan pungli terselubung.

Namun, tidak semua kabar adalah buruk. Ada juga fakta positif yang patut diapresiasi. Sejumlah madrasah swasta di daerah telah menunjukkan bahwa dengan tata kelola yang baik, akuntabel dan transparan sumbangan sukarela masyarakat bisa menjadi motor kemajuan. Melalui musyawarah terbuka antara komite, guru, dan orang tua, mereka berhasil membangun ruang kelas baru, laboratorium sederhana, hingga menambah fasilitas perpustakaan. Bahkan ada madrasah yang secara rutin menempelkan laporan keuangan BOS di papan pengumuman dan mengunggahnya ke website sekolah. Praktik ini sederhana, tapi menumbuhkan rasa percaya orang tua bahwa uang yang mereka titipkan benar-benar dipakai untuk kepentingan anak-anak mereka.

Di titik inilah pengawasan Kementerian Agama menjadi krusial. Inspektorat Jenderal sebagai aparat pengawas internal pemerintah (APIP) tidak boleh berhenti hanya pada memeriksa kepatuhan laporan, melainkan harus memastikan manfaat nyata dari setiap rupiah yang dikeluarkan. BOS bukan sekadar angka dalam laporan bendahara, tetapi fasilitas belajar nyata bagi siswa. Sumbangan komite bukan sekadar dana tambahan, melainkan wujud partisipasi dan kepercayaan orang tua yang harus dikelola dengan adil dan transparan, untuk seluas-luasnya kemajuan Pendidikan madrasah, sebagaimana tagline Madrasah Maju, Bermutu, dan Mendunia.

Tantangan ke depan adalah memperluas praktik baik dan meminimalisasi penyimpangan. Digitalisasi pelaporan dan pengawasan dapat menjadi solusi. Bayangkan jika setiap madrasah memiliki dashboard daring yang menampilkan secara terbuka penggunaan BOS dan sumbangan komite. Orang tua, guru, dan masyarakat bisa ikut memantau. Dengan begitu, transparansi tidak lagi sekadar jargon, tetapi nyata dirasakan di level akar rumput.

Pada akhirnya, yang dipertaruhkan bukan hanya soal administrasi, tetapi integritas dan kepercayaan publik. Jika dana BOS dan sumbangan komite dikelola bersih, transparan, dan akuntabel, maka madrasah akan semakin dipercaya. Sebaliknya, jika dibiarkan diselewengkan, maka pendidikan Islam akan kehilangan legitimasinya di mata masyarakat.

Pengawasan yang berdampak adalah kunci, dimana pengawasan harus solutif, kolaboratif, dan berkelanjutan, aparat pengawas harus responsif terhadap kebutuhan stakeholder. Kementerian Agama bersama seluruh pemangku kepentingan harus menjadikan pengelolaan dana BOS dan sumbangan komite sebagai teladan akuntabilitas. Karena di balik angka-angka itu, ada masa depan anak bangsa yang sedang dipertaruhkan.

Taufiq Kurohman, M.Ag (Kasubbag TU Inspektorat II)

Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa
Tags: # BOSMadrasah # KomiteMadrasah # ReformasiBirokrasi # IntegritasASN # TaufiqKurohman

Sumber : kemenagri.co.Id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *