Petrus Koten salah satu
Warga Pemilik Ulayat di Kampung Nelayan/Foto
Flotim, Infozone | Salah seorang pemilik Ulayat yang lahannya di serahkan kepada Pemda Flotim untuk di jadikan Kampung Nelayan kini mulai protes,pasalnya Pemerintah dalam hal ini Dinas Perikanan tidak realisasikan anggaran yang sudah berada di rekening Dinas.
“Saya berpatokan pada Berita acara penyerahan lahan waktu itu ada wakil bupati Ignas Uran, Saya ingat Wabup Ignas Uran bilang kerja harus jujur,”Urai Petrus
Lanjutnya, “Saya sudah beberapa kali ke dinas tagih soal pembayaran lahan lokasi kampung nelayan tapi Kadis bilang Minggu depan,Minggu depan sampai hari ini, Jadi Kalau pemerintah tipu kami lebih baik saya tutup
Dan hentikan pembangunan di lokasi itu.
Pemerintah datang ukur bilang 7500 meter persegi sekarang bilang ukur pakai geogle mab bilang 5000 meter persegi sekarang bilang dari BPN/ATR sisa 3000 saja, Jadi berita acara itu Main-main? Bukankah legitimasi hukum yang sah tercantum dalam berita acara? Tandas Petrus kesal.
Hari ini kepala dinas perikanan datang dan mau tipu kami lagi? Kalau tidak bayar lahan segera hentikan aktifitas saya akan tutup itu lokasi,”Tegas Petrus salah satu pemilik lahan tersebut Rabu 17 Desember 2025 kepada Awak media.
Tambahnya lagi,” Kami orang bodok tapi kami tidak mau di tipu, kalau mau bayar
ya bayar, Kalau tidak silahkan hentikan aktifitas.”Cecarnya lagi.
Sebelumya, Polemik pengukuran lahan untuk pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) di Desa Mudakeputu, Kecamatan Ile Mandiri, Kabupaten Flores Timur, terus bergulir. Mediasi yang digelar Dinas Perikanan pada Rabu, 17 Desember 2025, justru memunculkan fakta baru yang memperkeruh suasana.
Dalam mediasi tersebut, Kepala Dinas Perikanan Flores Timur, Mohammad Ikram, secara terbuka mengakui adanya kekeliruan dalam proses awal pengukuran lahan milik warga yang digunakan untuk pembangunan proyek KNMP.
“Kami akui bahwa pengukuran awal dilakukan secara manual menggunakan GPS Android, dan ternyata hasilnya tidak akurat. Setelah dilakukan pengukuran ulang oleh BPN/ATR, ditemukan selisih yang cukup signifikan. Ini menjadi pelajaran penting bagi kami agar ke depan lebih cermat dan profesional,” ujar Ikram di hadapan para pemilik lahan dan perwakilan pemerintah desa.
Sebelumnya, pengukuran awal mencatat luas lahan sebesar 7.500 meter persegi. Namun, hasil pengukuran ulang oleh BPN/ATR menunjukkan luas sebenarnya hanya 5.289 meter persegi. Artinya, terdapat selisih seluas 2.211 meter persegi yang tidak terhitung secara sah.
Dengan harga kompensasi yang disepakati sebesar Rp150.000 per meter persegi, maka nilai lahan berdasarkan pengukuran awal adalah:
– Sebelum pengukuran ulang:
7.500 m² × Rp150.000 = Rp1.125.000.000
– Setelah pengukuran ulang:
5.289 m² × Rp150.000 = Rp793.350.000
– Selisih kerugian:
2.211 m² × Rp150.000 = Rp331.650.000
Nilai kerugian tersebut menjadi dasar kemarahan salah satu pemilik lahan, Petrus Nogoama Koten. Ia menilai proses awal yang tidak akurat telah merugikan dirinya secara materiil dan emosional.
“Saya mau itu kerja jujur. Jangan putar-putar. Kalau masih tarik sana sini, maka sebaiknya saya punya lahan tidak usah dilanjutkan lagi pembangunannya. Saya akan tutup. Saya sudah rugi dengan segala macam tanaman saya di dalamnya. Sakit, saya sangat sakit hati dan menyesal karena merasa ditipu,” tegas Petrus.
Petrus juga mempertanyakan keabsahan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang sebelumnya ditandatangani oleh sejumlah pejabat daerah, termasuk Wakil Bupati, anggota DPRD Dapil II Fraksi PAN, Camat Ile Mandiri, dan BPD Desa Mudakeputu.
“Apakah Berita Acara yang ditandatangani itu hanya formalitas? Kenapa harus diukur ulang oleh BPN kalau memang sudah benar dari awal?” ujarnya.
Ia memberikan tenggat waktu hingga sebelum Natal 2025 agar pemerintah segera menyelesaikan pembayaran kompensasi. Jika tidak, ia mengancam akan menutup akses ke lahan miliknya yang kini menjadi bagian dari proyek KNMP.
“Saya tidak mau banyak bicara. Kalau sebelum Natal ini belum dibayar, saya akan tutup lahan saya,” katanya.
Sementara itu, pemilik lahan lainnya, Agustinus Nurat Kelen, menyatakan kesediaannya menerima hasil pengukuran ulang dari BPN/ATR yang menetapkan luas lahannya sebesar 3.745 meter persegi. Namun, ia tetap meminta agar pemerintah mengganti rugi seluruh tanaman miliknya yang telah dimusnahkan selama proses pembangunan.
“Saya setuju dengan hasil pengukuran BPN, tapi saya minta agar semua tanaman yang sudah rusak diganti. Itu hak kami,” ujar Agustinus.
Menanggapi dinamika tersebut, Kadis Perikanan Mohammad Ikram menyatakan akan segera melaporkan hasil mediasi kepada Bupati Flores Timur untuk mendapatkan arahan lebih lanjut.
“Kami akan menyampaikan hasil mediasi ini kepada Bapak Bupati untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangan beliau,” ujarnya.
Cuplikan pertanyaan pemilik Ulayat/ Video
Proyek Kampung Nelayan Merah Putih merupakan program strategis nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung. Namun, konflik lahan seperti ini berpotensi menghambat pelaksanaan proyek dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Rita Senak SE Infozone melaporkan









